Pesantren Dan Perjuangan Bangsa




PESANTREN DALAM DINAMIKA PERJUANGAN BANGSA[*]
HMA. SAHAL MAHFUDH

Ketika panitia menyodorkan pada saya tema "Pesantren dalam dinamika perjuangan bangsa",  karena tidak ada Term Of Referenc yang spesifik maka saya mempunyai asumsi bahwa yang diinginkan dari tema ini mencakup segala macam aksi atau peran pesantren seiring dengan perjuangan bangsa ini dulu, kini dan esok. Dengan kata lain tema ini menyagkut peranan pesantren dalam perjuangan kemerdekaan dan peran pesantren sesudah masa kemerdekaan yang sering diistilahkan sebagai era pembangunan. Oleh karena itu pada tema ini tidak bisa tidak untuk membicarakan bagaimana peran setrategis pesantren dulu, kini dan esok.

Pada dasarnya pesantren adalah sebuah sistem, yaitu sekelompok orang yang hidup bersama dalam sebuah komunitas dengan ikatan-ikatan aturan tertentu. Dengan demikian pesantren berarti mengandung unsur-unsur kelembagaan (institusi), kehidupan (pergaulan hidup) bersama dan aturan-aturan yang mengikat yang pada gilirannya terbentuk suatu lingkungan hidup pesantren. Maka dalam pesantren setidak-tidaknya ada susunan/struktur, ada pranata baik normatif maupun yang formal, ada tradisi adat, ada budaya, politik dan pergerakan atau dinamika.


Didalam sebuah pesantren yang mempunyai unsur-unsur seperti di atas, tentu ada sistem sebagai suatu cara dalam suatu proses kehidupan untuk mencapai tujuan pesantren secara kelembagaan maupun tujuan masyarakat pesantren secara kelompok atau secara individual. Karena "sistem" itu sendiri merupakan gabungan dari komponen-komponen yang terorganisir sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan. Masing-masing komponen sebagai sub-sistem saling mempengaruhi dan dan mempunyai kaitan dan berjalan searah. Karena bila komponen-komponen itu berjalan tidak searah berarti ada ketimpangan dalam suatu sistem.

Pesantren sebagai sebuah sistem, dalam konteks ini memiliki sifat yang multidimensional yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam, sebagai lembaga sosial kamasyarakatan dan sebagai lembaga da'wah.

Sebagai lembaga pendidikan, pesantren bisa dikatakan sebagai model asli pendidikan indonesia, karena pesantren sudah ada semenjak proses adanya bagsa Indonesia jauh sebelum lembaga-lembaga pendidikan lain muncul. Pesantren memiliki usia setua bangsa indonesia bahkan jauh lebih tua jika bangsa indonesia diasumsikan lahir sesudah proklamasi.

Pendidikan oleh pesantren dimaknai sebagai usaha sadar untuk membentuk watak dan perilaku secara sistematis dan terarah, berpijak pada makna itu kemudian pesantren dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan pada umumnya lebih menekankan pada aspek afektif pendidikan yang kemudian dikembangan menjadi perangkat psiko motorik. Karena itu peserta didikanya mampu menempatkan agama sebagai pemandu aktifitas, sesedikit apapun  ilmu yang berhasil diserapnya. Ini berbeda dengan lembaga non pesantren yang menekankan aspek kognitif, dengan asumsi bahwa pemahaman keilmuan yang baik akan menuntun peserta didiknya kearah kehidupan beragama yang lebih baik. pilihan arah ini hanya mengantarkan lembaga itu pada pengembangan islamologi bukan Islam itu sendiri.

Sebagai lembaga sosial kemasyarakatan, pesantren merupakan komunitas yang tidak terpisahkan dari komunitas lain diluar pesantren. Dalam konteks ini, kompleksitas permasalahan di masyarakat merupakan variabel bebas yang sangat mungkin mempengaruhi kehidupan pesantren atau justru sebaliknya pesantren berpengaruh kuat pada pola-pola kebudayaan masyarakat sekitarnya karena hegemoni pesantren itu sendiri yang memeang sangat kuat. Misalnya saja nilai-nilai Islam yang biasa digumali masyarakat yang diajarkan pesantren yang mampu dijadikan sumber motifasi untuk peningkatan kualitas hidup mereka. Atau Pesantren dan kiyai pengasuhnya sebagai tokoh sentralnya menjadi rujukan dan panutan masyarakat, langkahnya selalu dapat  difahami dan diikuti dengan kesadaran dan lebih pragmatis menyentuh langsung pada  kebutuhan mendasar masyarakat.

Kehidupan di pesantren secara interen juga merupakan miniatur dari kehidupan nyata di masyarakat dimana aspek-aspek kehidupan di masyarakat -sekecil apapun- juga ada di pesantren. Dari sisi ini maka para peserta didik dalam hal ini santri pesantren diajarkan dan dituntut untuk tanggap dan jeli mempelajari kehidupan bermasyarakat secara nyata bersamaan dengan proses pendidikan agamanya sebagai bekal untuk mereka bermasyarakat.
 
Dalam kontek kemasyarakatan, lebih jauh pesantren adalah bagian dari kehidupan berbagsa dan bernegara dalam berbagai aspek, dengan demikian secara langsung atau tidak langsung pesantren akan berhadapan dengan berbagai konsekwensinya. Hal ini tidak bisa lepas karena adanya kesadaran pesantren untuk bernegara dan berbangsa dengan segala konsekwensinya, disamping kesadaran beragama, berilmu dan berorganisasi dan bermasyarakat.

Pada masa kolonial misalnya, tentu kita tidak bisa mengingkari peran pesantren dalam melakukan penetrasi dan memberikan inspirasi terhadap semua lapisan masyarakat untuk selalu menggalang konsentrasi kekuatan rakyat yang terhimpun dalam kesatuan ide dan cita-cita untuk menentang penetrasi kolonial belanda dengan penguatan terhadap sebuah moto "hubbul wathan minal iman" (cinta tanah air adalah bagian dari inam). Yang paling monumental dan tidak bisa kita lupakan adalah "Resolusi jihad" yang dikumandangkan oleh pesantren Tebu ireng pada awal kemedekaan RI, dimedan itu tidak terhitung jumlah santri dimana-mana yang langsung memasiki arena pertempuran melawan musuh RI.

Perjuangan pesantren yang berkarakteristik non-kooperatif seperti diatas, tidak hanya pada penentangan langsung secara fisik tetapi juga dengan penentangan nilai-nilai dan budaya-budaya kolonial. Pesantren dalam hal ini selalu mengupayakan penanaman nilai nilai patriotisme, nasionalisme dan integritas nasional. Ketika pemerintah kolonial melarang rakyat indonesia menyanyikan lagu indonesia raya, maka pesantren sebenarnya telah melakukan perlawanan keras dengan cara mengganti syair-syair lagu itu dengan bahasa yang tidak dimengetri yaitu bahasa arab, sebuah setrategi yang amat halus, indah dan aman tetapi memiliki pengaruh kuat terhadap masyarakat hususnya para santri. Tidak terbatas pada itu saja pesantren juga secara gigih melakukan perlawanan-perlawanan budaya kolonial, misalnya mengharamkan masyarkat untuk menghadap ketimur setiap pagi seperti perintah dan kebiasaan penjajah jepang atau pesantren juga mengharamkan memakai atribut-atribut kolonial semisal dasi dan lain sebagainya.  

Selain sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga da'wah, fungsi ini tidak lepas dari kesadaran beragama yang amat kuat dimana agama memberikan tuntunan untuk melakukan "Al-amru bil ma'ru wa al-nahyu an al-munkar"  yaitu memerintahkan sesuatu yang baik dan bernilai baik dan melarang hal-hal buruk dan bernilai munkar.

Nah, baik pesantren dalam fuingsinya sebagai lembaga pendidikan, lembaga sosial kemasyarakatan maupun sebagai lembaga da'wah, semua itu tidak lepas dari komitmen pesantren yang ditujukan pada pembangunan dan pengembangan sebagai wujud dari penerapan nilai-nilai ajaran agama. Komitmen pesantren itu tidak mungkin berjalan dengan sendirinya, ia perlu ada proses, ada metode dan program riel sehinga di pesantren selalu ada dinamika.

Untuk merealisasikan maksud-maksud di atas perlu disadari dan difahami oleh semua fihak bahwa orientasi pembangunan dan pengembangan itu sendiri pasti selalu berubah disebabkan adanya perbahan-perubahan di masyarakat. Oleh karena itu proses dan metodanya juga harus berubah. Kalau dulu konsentrasi pesantren lebih pada perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka sekarang peran itu harus berubah karena kemerdekaan sendiri berarti membangun, mengisi kemerdekaan dan menikmatinya. Pesantren sebagai komunitas yang terintergrasikan dalam satu negara tidak bisa melepaskan diri dari hal ini.

Sekarang ini baik disadari maupun tidak masyarakat telah mengalami perubahan yang sangat cepat. Perubahan itu sendiri dikarenakan adanya motifasi-motifasi tertentu misalnya yang paing menonjol adalah motif ekonomi yang dilakukan untuk mencapai keuntungan materi, sekarang yang juga sedang rame adalah motif-motif politik untuk memenangkan persaingan dengan cara apapun, atau juga karena dipaksa oleh perubahan akibat proses globalisasi. Motifafi-motifasi itu sekarang telah mengubah pandangan dan karakteristik masyarakat yang mengarah pada karakter masyarakat industrialistik yang dicirikan dengan kecenderungan sifat individualistik yang meletakan seluruh aspek kehidupan dalam kerangka pandang perdagangan yang ditentukan dengan perhitungan untung rugi secara material, secara ekonomi (materialistik). Sebanarnya hal itu wajar-wajar saja karena manusia memang butuh pada materi, tetapi menjadi tidak wajar ketika hal itu dilakukan dengan tidak fair dan tidak memperdulikan aspek-aspek trensendental yang bersifat spiritual. Akibatnya nilai-nilai spriritual yang berpihak pada kemanusiaan menjadi sangat lemah, indikatornya semua orang tahu bahwa kekerasan terjadi dimana-mana, korupsi, kolusi dan nepotisme belum ada tenda-tanda berkurang bahkan yang kita rasakan semakin berkembang.

Nah, disini keterlibatan pesantren dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat sekarang ini sekurang-kurangnya harus berperan sebagai lembaga yang bergerak dalam kontekstualisasi ajaran Islam dan nilai-nilai pesantren misalnya pembentukan karakteristik masyarakat islami yang sarat dengan kerja-kerja kooperatif, bagaimana masyarakat bisa bersaing tetapi juga mampu bersanding, kemandirian, sikap lebih mementingkan orang banyak dari pada dirinya sendiri, etos kerja dan sebagainya secara aplikatif yang pada gilirannya pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren merupakan salah satu alternatif karena mampu meletakan keseimbangan antara kepentiangan duniawi dan ukhrowi.

Hal lain yang juga sangat penting bagi pesantren adalah keterlibatan pesantren dalam menagani kader-kader pemikir yang agamis (religious intelectual), dan keterlibatan pesantren sebagai agen pembangunan (agen of development) yang menagani pembinaan pemimpin-pemimpin masyarakat (community leader).

Dalam fungsinya sebagai lembaga yang menangani kader-kader pemikir, pesantren dutuntut untuk mampu mengembangkan dirinya menjadi pusat-pusat studi keagamaan dan kemasyarakatan, atau dengan kata lain pesantren harus melakukan penguatan fungsi sebagai lembaga pendidiakan. Dengan kesadaran ini pesantren dituntunt untuk selalu inovatif dengan selalu membuka wawasan dan memperluas kajian keislamannya. Oleh karena itu keterbukaan pesantren disini sangat diperlukan. Pesantren tidak mungkin menutup mata teradap kenyataan-kenyataan yang terjadi dengan dampak negatifnya, meskipun pesantren juga tidak boleh silau oleh segala bentuk inovasi dan kemajuan.
Sedangkan dalam fungsinya sebagai agan of development, pesantren dituntut untuk mampu memberikan informasi dan pencerahan kepada masyarakat, menjadi laboratorium sosial masyarakat hususnya santri sekaligus menjalankan program-progran pengembangan masyarakat itu sendiri.

Dalam kerangka pembangunan dan pengembangan ini akan sangat bermanfaat apabila pesantren tetap mengembangan metode-metode halaqah, dialog atau diskusi  baik perseorangan atau kelompok secara sistematik dengan materi yang jelas. Metode ini sangat efektif sebagai langkah prefentif maupun langkah rehabilitasi terhadap persepsi atau visi yang menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam yang kemudian, tentu saja metode ini harus diteruskan dengan pembinaan afektif dan kognitif.

Atau dalam rangka da'wah pesantren mengadakan pengembangan melalui pembinaan-pembinaan kelompok yang tentu saja materi pembinaanya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Pesantren yang memang berakar di masyarakat sangat efektif melakukan pembinaan ini dan secara tidak langsung menanamkan kepada masyarakat watak mandiri tetapi sayag langkah-langkan ini belum mendapatkan apresiasi proporsional dari lembaga lembaga-lembaga pemerintah. Sejauh ini apresiasi birokrasi baru pada tingkat "Oh itu baik" sayang belum diikuti dengan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada pembinaan-pembinaan itu sendiri.

Pembanguan atau pengembangan masyarakat yang sedang kita lakukan adalah peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu bagaimanapun metode dan program yang dikembangkan haruslah selalu berorientasi pada kesejahteraan masyrakat lahir dan batin, dunia dan ahirat (saadatu daroini).
   



[*] Makalah disampaikan pada
 "HALAQAH PENGASUH PONDOK PESANTREN tentang kontribusi pesantren dalam pengembangan pendidikan nasionalSemarang, 16 Oktober 2003

0 comments: