PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN
PEMBELAJARAN PAI
A.
Menyusun Instrumen Penilaian Pengetahuan
(Kognitif)
1.
Pengertian penilaian
kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan
mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses
berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Ke enam jenjang yang dimaksud adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan penilaian.
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan
seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan
untuk menggunakannya. Salah satu contohnya adalah peserta didik dapat menghafal
surat al-‘Ashr, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai
salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru pendidikan
agama islam di sekolah.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang
pemahaman ini misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama
Islam dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat
al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang
untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian
atau faktor-faktor yang satu dengan yang lainnya. Contoh: Peserta didik dapat
merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan
seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
Sintesis (synthesis) adalah suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu
pola yang berstruktur. Contohnya seperti peserta didik dapat menulis karangan
tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
Penilaian (nevaluatio) merupakan kemampuan
seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau ide. Salah
satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang
berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang
akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada
akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang wajib dilaksanakan dalam sehari-hari.[1] Tujuan
aspek kognitif berorientasi pada
kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana,
yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa
untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau
prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian
aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental
yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling
tinggi yaitu evaluasi.[2]
2.
Contoh pengukuran
ranah penilaian kognitif
Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan
dengan tes tertulis. Bentuk tes kognitif diantaranya adalah tes atau pertanyaan
lisan di kelas, pilihan ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian
bebas, jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portopolio dan performans.
B.
Menyusun Instrumen
Penilaian Psikomotorik
1.
Pengertian
Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan
dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson
(1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar
psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
(memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan
menjadi hasil belajar psikomotorik apabila peserta didik telah menunjukkan
perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam
ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan menurut agama Islam
sebagaimana telah dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, maka wujud nyata dari
hasil psikomotorik yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif
afektif itu adalah; (1) peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama
Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah
SAW, para sahabat, para ulama dan lain-lain; (2) peseta didik mencari dan
membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan
lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan; (3) peserta didik dapat
memberikan penjelasan kepada teman-teman sekelasnya di sekolah, atau kepada
adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainnya, tentang
kedisiplinan diterapkan, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat; (4) peserta didik menganjurkan kepada teman-teman sekolah
atau adik-adiknya, agar berlaku disiplin baik di sekolah, di rumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat; (5) peserta didik dapat memberikan
contoh-contoh kedisiplinan di sekolah, seperti datang ke sekolah sebelum
pelajaran di mulai, tertib dalam mengenakan seragam sekolah, tertib dan tenag
dalam mengikuti pelajaran, di siplin dalam mengikuti tata tertib yang telah
ditentukan oleh sekolah, dan lain-lain; (6) peserta didik dapat memberikan
contoh kedisiplinan di rumah, seperti disiplin dalam belajar, disiplin dalam
mennjalannkan ibadah shalat, ibadah puasa, di siplin dalam menjaga kebersihan
rumah, pekarangan, saluran air, dan lain-lain; (7) peserta didik dapat
memberikan contoh kedisiplinan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, seperti
menaati rambu-rambu lalu lintas, tidak kebut-kebutan, dengan suka rela mau antri
waktu membeli karcis, dan lain-lain.[3]
2. Contoh pengukuran
ranah penilaian psikomotor
Ryan (1980)
menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1)
pengamatan langsung (observasi) dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran,
yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran
selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Penilaian
ini dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik
melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta
didik.[4]
C.
Menyusun Instrumen
Penilaian Sikap
1.
Pengertian Penilaian Afektif
Penilaian
sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap suatu
objek, fenomena atau masalah.[5] Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan
sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat,
sikap, emosi, dan nilai.. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata
pelajaran agama di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
mengenai pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa
hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.[6]
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku
pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu
dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis
penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh
siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan
sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.[7]
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah
kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
menerima (receiving) : jenjang ini berhubungan
dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam stimuli khusus (kegiatan
dalam kelas, baca buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran,
jenjang ini berhubungan dengan menimbulkan atau mengarahkan perhatian siswa.
Contohnya seperti senang membaca puisi, sering mendengarkan musik.
menjawab (responding)
: kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa. Hasil belajar dalam jenjang
ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab. Contohnya seperti mengerjakan tugas,
menaati peraturan dan sebagainya.
menilai (valuing) : jenjang ini bertalian
dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah
laku tertentu. Contohnya seperti menunjukkan alasan, dan lain-lain.
organisasi (organisation)
: tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda,
menyelesaikan konflik di antara nilai-nilai itu, dan mulai membentuk suatu
system nilai yang konsisten secara internal. Contohnya seperti objektif dalam
menyelesaikan masalah.
karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks
nilai (characterization by a value or value complex) : pada jenjang ini
individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu
waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik. Contohnya seperti mengamati
tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung.[8]
2.
Contoh pengukuran ranah penilaian afektif
Kompetensi siswa dalam
ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa
dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal
yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian
angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan
perlu lembar pengamatan.
ANALISIS
Dari pengertian-pengertian penyusunan instrument
penilaian pembelajaran PAI yang telah dibahas, dapat dianalisis bahwa ketiga
aspek penilaian yaitu kognitif atau pengetahuan, psikomotorik atau ketrampilan,
dan afektif atau sikap ini tidak bisa dipisahkan dari kegiatan proses belajar
mengajar, maka ketiga aspek tersebut
kemudian dikaitkan dengan instrument atau alat yang digunakan dalam
proses penilaian pembelajaran PAI, agar seorang pendidik dapat mengetahui
seberapa besar tingkat keberhasilan atau ketercapaian siswa dalam proses kegiatan pembelajaran.
Adapun indikator dari penyusunan
instrument yang digunakan dalam penilaian ranah kognitif, psikomotorik
dan afektif adalah seperti contoh
berikut:
·
Penilaian kognitif atau
pengetahuan yang menyangkut mental (otak) atau kemampuan berfikir ini
kita terapkan terhadap peserta didik pada pembelajaran PAI, seperti
materi al-Quran Hadits dengan teknik menghafal. Contoh menghafal surat-surat
pendek, seperti surat al-Ashar
·
Penilaian psikomotorik
atau ketrampilan yang menyangkut kemampuan bertindak setelah menerima
pengalaman belajar tertentu. Di dalam analisis ini kita terapkan terhadap
peserta didik pada pembelajaran PAI, seperti materi Aqjdah Akhlaq dengan
praktik langsung,
·
Penilaian Afektif
[1]
Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.
48-52.
[2]
www. Zaifbio. Com.
[3]
Prof. Drs. Anas Sudijono, Op.cit., hlm. 57-59
[4]
Anonymous.
2009. “Penilaian Ranah Psikomotorik Siswa”. (Online)http://delapanratus.blogspot.com/2009/04/penilaian-ranah-psikomotorik-siswa.html. Diakses Tanggal
10 Oktober 2009
[5] Mansur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual, (Jakarta
: PT. Bumi Akasara, 2009), cet. 5. Hlm. 125.
[6] Prof. Drs. Anas Sudijono, Op.cit., hlm.
54.
[7]
www. Zaifbio. Com.
[8]
Drs. H. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008),
cet. 5, hlm. 117-118.
0 comments:
Post a Comment